Secara bahasa, El Nino berarti "anak laki-laki" dalam bahasa Spanyol. Banyak rohaniwan Kristen menghubungkan nama ini untuk merujuk bayi Yesus. Istilah El Nino telah lama dipakai untuk menggambarkan siklus udara ini oleh para nelayan di Amerika Selatan yang telah mengetahui lebih dulu. Mereka menyebut El Nino karena siklus udara ini muncul sekitar bulan natal. El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum. Baik peristiwa El Nino maupun La Nina, sangat dipengaruhi oleh Siklus Walker.
Fenomena El Nino merupakan salah satu bagian siklus cuaca hangat dan basah yang terjadi secara alami. Siklus ini disebut sebagai Osilasi Selatan El Nino (ENSO), yang pada gilirannya bergantian dengan La Nina. El Nino merupakan kebalikan dari La Nina. Fenomena El Nino tidak selama La Nina. Ketika El Nino datang, permukaan laut di bagian tengah atau tropis Samudra Pasifik menjadi lebih hangat. Angin pasat pun bergerak lebih lambat melintasi permukaan Samudra Pasifik tropis. Angin mendorong permukaan air laut yang hangat ke arah Asia dan Australia. Sehingga, perairan di sekitar Australia Selatan, Kepulauan Indonesia, dan beberapa kawasan Asia Tenggara di dekat garis khatulistiwa, menjadi panas/hangat.
Suhu hangat pada permukaan Samudra Pasifik menyebabkan tekanan rendah pada atmosfer di atasnya. Banyak air yang menguap dan menciptakan awan di langit, sehingga menyebabkan curah hujan di bagian timur Samudra Pasifik di luar garis khatulistiwa seperti Amerika Serikat. Tahun 1997 hingga 1998, misalnya, menyebabkan kemarau ekstrem yang diketahui sebagai El Nino terkuat yang menerpa Indonesia. Oleh sebab itu, El Nino periode ini dinyatakan sebagai "climate event of the century". Kemarau panjang menyebabkan hutan di Indonesia dan Amazon terbakar. Di Amerika Serikat, El Nino periode ini menyebabkan bencana berupa air bah yang kuat di pesisir barat. Bangunan, lahan pertanian, dan infrastruktur lainnya mengalami kerusakan lebih dari 3,5 miliar dolar AS. Selanjutnya, El Nino yang kuat kembali terjadi pada 2015 hingga 2016. Fenomena ini mengantarkan panas yang tidak kalah merugikan karena berimbas pada ketersediaan pangan dunia, menurut laporan World Food Programme (WFP).
Di Indonesia, curah hujan lebih rendah, terutama pada kawasan timur. Hal ini berdampak pada hasil panen 80 persen lebih rendah saat terjadi El Nino. Suhu yang panas juga berdampak dari segi lingkungan, seperti pemutihan karang di seluruh Pasifik dan kebakaran hebat di seluruh Australia dan Indonesia. Sementara di Amerika Selatan mengalami banjir besar. Para ilmuwan belum tahu persis mengapa siklus El Nino dan La Nina bisa ada. Seolah menjadi rahasia Bumi untuk bekerja. Namun, dengan pengamatan dan laporan, para ilmuwan bisa memprediksi kapan siklus ENSO akan datang.
Akan tetapi, kita tidak bisa memandang sebelah mata siklus ENSO. Perubahan iklim memicu siklusnya meningkat, seiring planet Bumi yang semakin memanas. Para ilmuwan memprediksikan El Nino akan lebih hangat dan lebih basah. Di sisi lain, La Nina juga akan lebih kering, sehingga dampaknya akan lebih merusak bagi masyarakat di seluruh dunia. Untuk mengetahui dampak perubahan iklim dengan peningkatan siklus ENSO masih belum pasti. Para ilmuwan belum punya catatan pasti tentang siklus ini dengan gas rumah kaca yang telah diubah manusia. Mereka hanya menyimpulkan bahwa kekuatan siklus ini akan semakin kuat di masa depan.